Bencana alam tsunami yang terjadi 28 September 2018 di Wilayah Teluk Palu, Provinsi Sulawesi Tengah tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik sarana dan prasarana di Wilayah Kabupaten Donggala, Kota Palu, namun juga menyebabkan kerusakan biofisik pada ekosistem terumbu karang, padang lamun, vegetasi pantai, maupun kawasan sempadan pantai serta penurunan kapasitas pasokan sumber daya alam wilayah pesisir dan laut sebagai wilayah yang terdampak. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya material pasir dan lumpur serta kuatnya energi tsunami yang melanda ekosistem pesisir. Untuk mengembalikan peran dan fungsi ekologis dan sosial ekonomi dari ekosistem pesisir dan laut yang sangat diperlukan bagi pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir, maka program pemulihan dan peningkatan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut pasca bencana tsunami perlu dilakukan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia (BNPB-RI), bekerjasama dengan Universitas Tadulako (UNTAD), melakukan kegiatan Pendampingan dan Pemulihan Sumber Daya Alam dan lingkungan di wilayah Sulawesi Tengah khususnya di Teluk Palu. Lokasi pelaksanaan dari kegiatan tersebut yakni wilayah Kota palu (Pantai mamboro) dan Kabupaten Donggala (Pantai salumbone). Kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada tahun 2020 hingga tahun 2022, dan telah menurunkan setidaknya lebih dari 9500 bibit karang dari 200 modul balok beton pada kedua wilayah. Selain itu, dalam kegiatan juga diserahkan berupa alat selam dasar sebanyak 1 set. Kegiatan ini melibatkan masing-masing kelompok untuk setiap wilayah. Kelompok “Wisata Karang Laut Malona Jaya untuk di pantai Salumbone, dan “Kelompok Kalimbubu” di pantai Mamboro.
Akademisi yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut yakni, “Yutdam Mudin, M.Si (FMIPA), Dr. Muhammad Safir (Akuakultur), Dr. Novalina Serdiati (Akuakultur), Moh. Akbar, M.Si (Akuakultur), Dr. Sabhan (FMIPA), Abd. Rahman, M.Si (FMIPA), Fahri M.Si (FMIPA), dan staf LPPM_UNTAD.